Wednesday, March 21, 2018

Jangan Menindas yang Lemah (Bagian 1)

Baca lengkap:
Jangan Menindas yang Lemah (Bagian 1)
Jangan Menindas yang Lemah (Bagian 2)
Jangan Menindas yang Lemah (Bagian 3)
Jangan Menindas yang Lemah (Bagian 4)

Sebelum menikah, rumah yang selama 10 tahun ditinggali S sendirian terpaksa harus dicarikan penunggu biar gak kosong. Awalnya rumah itu ditempati teman kuliah S, Mas Bimo untuk bisnis sablonnya. Tapi lalu muncul adek tingkat S (artinya seangkatanku) yang berniat menyewa bagian depan rumah saja untuk toko kelontong. Mas Bimo akhirnya pergi, kami berangkat ke Ostrali, dan di bawah persetujuan persewaan yang gak jelas, rumah itu berpindah ke si tenant dengan 3juta/tahun.

3 juta per tahun emang mirip biaya parkir kampung, tapi balik lagi tujuan S menyewakan rumah bukan karena uang. Kami cuman butuh orang untuk menjaga rumah itu. Selama setahun uang kontrak tidak pernah dibayar, tiba-tiba si tenant ingin memperpanjang kontrak sampai 5 tahun karena dia bilang rugi udah memperbaiki talang dan lain-lain. Sebagai orang gak enakan, S mengizinkan. Uang 15 juta/5 tahun diserahkan setelah tahun ke 3 dengan dicicil, itu pun pake drama kabur-kaburan tiap ditagih.

Singkat cerita, si tenant makin menjadi. Selain bawa anak isteri, lama-lama adek-adeknya dibawa di situ. Setelah masuk tahun ke 3 pas kami tagih bayar kontrakan, di tanah belakang (ukuran rumah dan tanah itu 328m2) udah dia bangun 3 kamar aja gak pake izin.

Kaget gak kita? Ya jelas. Tapi masih bingung, sebenernya boleh gak sih dia membangun tanpa izin begitu?

Singkat cerita, makin lama dia emang makin gila. Segala apa perabot dijual. Kompor, elpiji, pompa air, tv, tangga aluminium, alat-alat pertukangan, 2 buah ranjang besi, springbed, sampe motor sanex tua punya S gak jelas rimbanya ternyata diloakin, ada juga yang dikasih ke orang.

Sampe titik kesabaran kita akhirnya habis waktu kita denger dari temen-temen bahwa dia cerita ke literally semua orang bahwa rumah itu sudah dia beli dengan mencicil. Woh pantesan aja gak ada yang lapor ke kita kalo dia diem-diem bangun tanah di belakang!

Udah gemes akhirnya kita usir dia. Awalnya kita usir alus dengan bilang akan gantiin dia duit 18 juta asal dia mau keluar bulan itu juga. Denger nominal duit, semangat dong dia. Tapi pas akhir bulan, dia gak mau keluar juga dengan alasan adeknya masih kuliah. Bahkan dengan pede, dia bilang sebenernya dia mau nambah bangunan lagi untuk gudang kopinya. Akhirnya kita bilang kita mau bangun tanah di belakang. Lucunya, pas kita bilang gitu, dia malah sewot "Ini kalo orang lain gak bakal ngasih mas, rumah lagi disewa malah mau dibangun".

Kalo orang lain yang urusan sama situ, situ udah nginep di hotel prodeo, Sis.

Kamis sore, kita kasih dia surat pemutusan kontrak, intinya kita sebutin semua salahnya dia, dari ngerenovasi gak bilang-bilang terus minta perpanjangan, dari maunya nyewa depan rumah doang akhirnya merembet sampe tanah belakang, dari dia mencur...ehm menghilangkan barang-barang kita, sampe akhirnya soal dia dengan pedenya bangun kamar gak izin dulu itu. Bawahnya kita kasih saksi, RT sama RW.

(bersambung ke bagian 2)


No comments: