Untuk ke 25 kalinya saya diizinkan Allah subhanahu wa ta'ala untuk merasakan nikmatnya ramadhan. Dulu ketika saya masih anak-anak, ramadhan artinya baju baru dan deg-degan mikirin angpau. Ketika saya udah agak gedean seperti sekarang, ramadhan tiba-tiba memiliki makna yang sangat berbeda.
Beberapa minggu sebelum ramadhan, orang yang saya kenal dari masa kecil saya secara mengejutkan dipanggil oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dia lebih muda empat atau lima tahun daripada saya dan menurut banyak orang, dia adalah remaja yang ramah, tidak banyak tingkah, dan ilmu agamanya bagus. Kata sholeh mungkin lebih tepat untuk mendeskripsikan dia. Ketika berita tentang dia baru sampai pada tahap "si fulan hilang", pikiran saya saat itu hanya "mungkin bentar lagi juga ketemu".
Tapi kemudian berita "si fulan hilang" berkembang menjadi "jenasahnya sudah ketemu". Saat itulah saya merasakan cambukan yang keras di rongga dada saya.
Ternyata anak muda pun bisa mati.
Maaf jika saya mengungkapkan fakta yang bodoh. Saya juga tahu semua orang dalam rentang umur berapa pun bisa mati. Bayi bisa mati. Balita bisa mati. Remaja bisa mati. Orang dewasa bisa mati.
Tapi ketika anak muda itu orang yang kalian kenal sejak kalian masih berusia 8 (dan dia masih 4) dan sejak saat itu hampir tiap hari terlihat di sekitaran rumah, mengetahui bahwa dia dipanggil Tuhan lebih dahulu adalah hal yang sulit.
Apakah setelah dia, saya yang akan mati berikutnya? Apakah hidup kita ini cuman arisan menunggu giliran mati?
Kurang lebih dua minggu setelahnya, saya jatuh sakit. Hari pertama demam berdarah adalah hari yang sangat buruk hingga mustahil rasanya seseorang tidak berpikir bahwa dirinya akan mati. Saya takut sekali - dengan kepala, tangan, perut dan kaki yang sakit, saya sudah kehilangan fungsi. Terbayang hidup saya di masa lalu yang jauh dan masa lalu yang dekat, lalu sadar bahwa diri saya ini hanyalah seonggok daging fana yang isinya hanya dosa.
Banyak tahun yang saya lewatkan mengetahui bahwa apa yang saya lakukan adalah hal yang keji, tapi saya tetap melakukannya.
Untungnya, saya tidak mati karena sakit itu. Hingga detik ini saya masih hidup - bisa jadi karena terlalu banyak dosa. Tapi tidak mati saat itu bukan berarti sebentar lagi saya masih akan tetap hidup. Besok atau lusa bisa saja malaikat maut dapat order untuk menjagal saya.
Takut sekali saya ini pada kematian. Kalau mati cuman perkara "poof! hilanglah engkau dari dunia ini, habislah hartamu, berpisahlah dari kecintaanmu!", saya sih oke-oke saja. Hilang = KELAR PERKARA. Masalahnya, mati hanyalah sekedar pindah: seperti tahanan dipindah dari sel untuk pergi ke pengadilan. Saya akan dihakimi atas tindak kriminal yang sering saya kerjakan dengan penuh kesengajaan ketika saya hidup. Masalahnya, hakimnya punya banyak saksi; kejahatan saya berat; dan yang paling gawat, pengacara saya fresh graduate berIPK rendah lulusan kampus kurang ternama.
Walau ternyata memang hidup kita ini cuman arisan menunggu giliran mati, baguslah saya masih hidup ramadhan tahun ini. Semoga ramadhan tahun depan juga bukan giliran saya dapat arisan.
No comments:
Post a Comment